Kendari – Kantor Wilayah Kementerian Hukum Sulawesi Tenggara menggelar Forum Group Discussion (FGD) dalam rangka Analisis dan Evaluasi Hukum (AEH) Tahun 2025, Selasa (01/07/2025).
Mengangkat tema “Pengolahan dan Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan di Wilayah Provinsi Sulawesi Tenggara”, kegiatan ini menjadi momentum penting untuk menyatukan perspektif berbagai pemangku kepentingan terkait arah dan efektivitas kebijakan hukum daerah.
FGD yang dilaksanakan diikuti oleh perwakilan dari pemerintah provinsi serta seluruh kabupaten/kota se-Sultra, baik dari unsur Organisasi Perangkat Daerah (OPD) teknis maupun Bagian Hukum.
Kegiatan secara resmi dibuka oleh Kepala Divisi Peraturan Perundang-undangan dan Pembinaan Hukum, Candrafriandi Achmad, yang menegaskan bahwa FGD ini merupakan bagian dari ikhtiar strategis untuk menghadirkan produk hukum daerah yang tidak hanya memenuhi kaidah normatif, tetapi juga relevan secara substansi dan efektif dalam pelaksanaannya.
“Lahan pertanian adalah fondasi ketahanan pangan, kemandirian ekonomi, sekaligus penyangga ekologi daerah. Namun, kita masih menghadapi tantangan besar, alih fungsi lahan yang masif, lemahnya pengawasan, serta minimnya koordinasi lintas sektor,” ungkap Candrafriandi dalam sambutannya.
Lebih lanjut, ia memaparkan bahwa dalam AEH ini telah dilakukan telaah terhadap sejumlah regulasi daerah di tingkat provinsi dan kabupaten/kota.
Beberapa di antaranya mencakup Perda tentang Perlindungan Lahan Pertanian, Perda Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan, hingga Perda tentang Pemakaman yang secara tidak langsung beririsan dengan isu alih fungsi lahan.
“Dokumen hukum tidak cukup hanya dianalisis di atas meja. Masukan dari para pelaksana teknis dan pihak yang berinteraksi langsung dengan masyarakat sangat kami butuhkan agar hasil evaluasi ini benar-benar menjadi rekomendasi yang berdampak dan dapat diimplementasikan,” tambahnya.
Ia pun berharap, FGD ini mampu menghasilkan rumusan yang konkret dan kolaboratif, sehingga tidak ada lagi regulasi yang tumpang tindih, sulit diterapkan, atau bahkan membebani masyarakat.
Kepala Kantor Wilayah Kemenkum Sultra, Topan Sopuan, turut memberikan pernyataan penting mengenai urgensi penguatan sinergi antarpihak.
“Kita harus mendorong regulasi yang hadir sebagai solusi, bukan menjadi beban birokrasi. Melalui FGD AEH ini, saya berharap akan terbangun kolaborasi yang kuat antara pembentuk regulasi, pelaksana di lapangan, dan elemen pengawasan. Ini kunci agar hukum benar-benar hidup dan berpihak pada kebutuhan masyarakat serta kelestarian lingkungan,” ujar Topan.