Kendari - Kantor Wilayah Kementerian Hukum Sulawesi Tenggara mengikuti secara virtual webinar nasional bertema "Integritas dan Anti Korupsi: dari Kesadaran Menjadi Kebiasaan". Acara ini merupakan kolaborasi antara Kementerian Hukum dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Republik Indonesia. Selasa (19/08/2025)
Webinar ini diikuti oleh seluruh jajaran pegawai di lingkup Kementerian Hukum, termasuk Kepala Kantor Wilayah Kemenkum Sultra, Topan Sopuan beserta jajaran pegawai kemenkum sultra.
Webinar ini bertujuan untuk meningkatkan kesadaran dan pemahaman tentang korupsi, membangun integritas, serta memperkuat nilai-nilai antikorupsi pada individu dan organisasi. Selain itu, acara ini juga bertujuan untuk mendorong partisipasi aktif dalam upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi yang berkelanjutan. Hal tersebut disampaikan oleh Kepala BPSDM Kementerian Hukum, Gusti Ayu Putu Suwardani dalam penyampaian laporan pembukaan webinar ini.
Kepala BPSDM Kemenkum, Gusti Ayu menyampaikan bahwa pelaksanaan webinar ini selaras dengan misi utama yang diusung oleh Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto melalui Asta Cita untuk tahun 2025-2029.
Poin-poin Asta Cita yang dibahas mencakup Asta Cita pertama, yaitu memperkokoh ideologi Pancasila, demokrasi, dan hak asasi manusia. Asta Cita keempat adalah penguatan sumber daya manusia (SDM), yang merupakan kunci dalam membangun integritas melawan korupsi. serta Asta Cita ketujuh yakni memperkuat reformasi politik, hukum, dan birokrasi, serta pencegahan dan pemberantasan korupsi.
Hal ini bertujuan untuk membangun pemerintahan yang bersih dan efektif, memberikan pelayanan publik yang prima, dan meningkatkan kepercayaan publik terhadap birokrasi.
Wakil Menteri Hukum, Prof. Edward Omar Sharif Hiariej dalam sambutannya menyampaikan bahwa webinar ini menekankan tiga kata kunci dari konvensi PBB mengenai antikorupsi yakni integritas, transparansi, dan akuntabilitas.
"Integritas adalah kata kunci pertama yang menjadi topik webinar ini. Integritas berhubungan dengan moral, etika, dan kedisiplinan individu. Transparansi adalah kata kunci kedua, dan akuntabilitas adalah kata kunci ketiga. Transparansi dan akuntabilitas berkaitan dengan profesionalisme," Ujar Wamenkum, Prof Eddy dalam membuka Webinar ini.
Keberhasilan sistem peradilan pidana modern di seluruh dunia menurut Pak Wamen, Prof Eddy tidak diukur dari seberapa banyak kasus yang diungkap, namun terletak pada kemampuannya untuk mencegah terjadinya tindak kejahatan.
"Keberhasilan sistem peradilan pidana modern di seluruh dunia tidak diukur dari seberapa banyak kasus yang diungkap. Sebaliknya, keberhasilan sistem ini terletak pada kemampuannya untuk mencegah terjadinya tindak kejahatan," Tambahnya.
Wamenkum, Prof. Edward Omar Sharif Hiariej juga menyinggung empat faktor dalam penegakan hukum seperti substansi hukum, profesionalisme aparat penegak hukum, sarana dan prasarana, serta budaya hukum.
Ia menyebutkan bahwa faktor budaya hukum merupakan yang paling sulit, sangat bergantung pada kesadaran hukum setiap warga negara. Di Indonesia, kesadaran hukum masih bersifat heteronom, artinya berasal dari luar diri sendiri, seperti karena adanya pengawasan atau sanksi pidana yang tegas. Hal tersebut justru berbeda dengan kesadaran hukum di Jepang yang bersifat otonom, yaitu berasal dari dalam diri atau hati nurani.
Menanggapi hal tersebut, Kakanwil Kemenkum Sultra, Topan Sopuan menyampaikan bahwa webinar ini tidak hanya sekadar acara, tetapi merupakan langkah nyata untuk membangun integritas dan profesionalisme di lingkungan kerja kita. Sebagaimana disampaikan oleh Wamenkum, Prof. Eddy, keberhasilan sistem peradilan modern terletak pada pencegahan, bukan hanya penindakan. Hal ini sejalan dengan budaya kerja kita yang harus mengedepankan kejujuran, transparansi, dan akuntabilitas.