Jakarta - Lebih dari 4 dekade Indonesia menggunakan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana, yang juga dikenal sebagai KUHAP. Dalam rentang waktu tersebut, dunia telah berubah, pun dengan sistem hukum yang selalu berkembang. Sudah saatnya KUHAP diperbarui demi sistem peradilan pidana yang adaptif terhadap perkembangan zaman.
Menteri Hukum (Menkum), Supratman Andi Agtas, mengatakan KUHAP merupakan pembaruan dari Hukum Acara Pidana kolonial yang berbentuk Herzien Inlandsch Reglement (HIR). Dimana KUHAP telah digunakan lebih dari 40 tahun, dan dalam penerapannya masih terdapat banyak kekurangan.
“Dengan adanya perubahan sistem ketatanegaraan dan perkembangan hukum, serta kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi di segala bidang, maka perlu dilakukan penggantian KUHAP,” ujar Supratman dalam kegiatan Penandatanganan Naskah Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) Rancangan Undang-Undang (RUU) KUHAP, Senin (23/6/2025) petang.
Lebih jauh menteri yang sering disapa Bang Maman ini mengatakan jika koordinasi yang baik antara penegak hukum dalam menghasilkan DIM pada RUU KUHAP sangat memperhatikan perlindungan terhadap hak asasi manusia.
“Langkah strategis yang kita ambil pada hari ini adalah suatu tindakan yang betul-betul bisa menjadi contoh bagi semua lembaga negara, kementerian yang lain, untuk berbagi dalam menyangkut soal peran dan kewenangan masing-masing,” ujar Maman.
Sementara itu Ketua Mahkamah Agung, Sunarto, mengatakan tantangan yang paling urgen saat ini adalah revolusi industri. Revolusi industri 4.0 memiliki ciri khas internet of things, di mana segala sesuatunya dilakukan melalui media internet. Sedangkan revolusi industri 5.0 itu adalah kolaborasi antara manusia dengan robotik.
“Nah ini menjadi tantangan, dan termasuk nanti alat pembuktian yang akan diajukan para pihak, otomatis akan mengarah kepada hal-hal yang terkait dengan kemajuan teknologi informasi. Saya yakin, saya percaya bahwa DIM yang diusulkan, yang dibahas sekalian itu sudah menampung (tantangan revolusi industri),” ujar Sunarto.
RUU KUHAP diharapkan mampu menjadi instrumen hukum acara pidana yang menjamin supremasi hukum, perlindungan hak setiap warga negara, peradilan yang transparan dan berkeadilan, dan sistem peradilan pidana yang adaptif terhadap perkembangan zaman.
Kepala Kantor Wilayah Kemenkum Sultra Topan Sopuan, menyambut baik inisiatif pembaruan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Sebagaimana disampaikan oleh Bapak Menteri Hukum Supratman Andi Agtas dan Ketua Mahkamah Agung Sunarto, pembaruan KUHAP ini sangat relevan dan mendesak di tengah dinamika perkembangan zaman, khususnya revolusi industri 4.0 dan 5.0 yang membawa tantangan baru dalam ranah hukum.
"Di Sulawesi Tenggara, kami siap mendukung penuh upaya pemerintah dalam menata ulang KUHAP. Kami meyakini bahwa KUHAP yang adaptif terhadap kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta berlandaskan pada penghormatan hak asasi manusia, akan mewujudkan sistem peradilan pidana yang lebih transparan, berkeadilan, dan mampu menjawab kebutuhan masyarakat. Ini adalah langkah strategis untuk memastikan supremasi hukum dan perlindungan hak setiap warga negara tetap menjadi prioritas utama." Ujar Topan Sopuan.