Kendari, 31 Oktober 2025 — Suasana hangat dan penuh semangat mewarnai pelaksanaan Rapat Kerja Daerah (Rakerda) Dewan Kerajinan Nasional Daerah (Dekranasda) Sulawesi Tenggara bertema “Pemberdayaan Perajin untuk Kriya Berkelanjutan dalam Meningkatkan Kesejahteraan Berbasis Ekonomi Kreatif.” Kegiatan yang dibuka langsung oleh Gubernur Sultra, Andi Sumangerukka, ini menjadi momentum strategis dalam memperkuat peran kriya lokal menuju pasar global.
Dalam sambutannya, Gubernur menekankan pentingnya mendukung ekosistem kerajinan agar mampu bertransformasi mengikuti kebutuhan zaman tanpa meninggalkan identitas budaya daerah. “Kita ingin kriya Sultra bukan hanya menjadi kebanggaan lokal, tapi juga memiliki daya saing di tingkat nasional dan global,” ujarnya.

Pada sesi diskusi, hadir narasumber dari Bank Sultra, Bosara, serta praktisi pewarnaan alam yang mengupas strategi pembiayaan, inovasi produk ramah lingkungan, dan peningkatan daya saing. Para peserta diajak melihat kriya bukan sekadar karya tangan, melainkan produk bernilai ekonomi, estetika, dan ekologis.
Kantor Wilayah Kementerian Hukum (Kemenkum) Sulawesi Tenggara turut ambil bagian melalui Kepala Bidang Kekayaan Intelektual, Linda Fatmawati Saleh, dan Analis KI Ahli Muda Suarni. Keduanya memberikan edukasi mengenai pentingnya perlindungan Hak Cipta, Desain Industri, dan Merek bagi para perajin. Edukasi ini membuka wawasan peserta tentang pentingnya melindungi motif lokal, pola tenun, dan nama produk agar tidak mudah ditiru pihak lain.
Kepala Kanwil Kemenkum Sultra, Topan Sopuan, menegaskan bahwa kreativitas masyarakat perlu dijaga melalui perlindungan hukum.
“Seringkali perajin kita kalah bukan karena kurang kreatif, tetapi karena belum memahami cara melindungi nilai ekonominya. Dengan perlindungan Kekayaan Intelektual, karya lokal menjadi lebih legitimate, memiliki daya tawar, dan berpeluang masuk ke pasar nasional hingga global,” ujarnya.
Ia juga menambahkan bahwa Kanwil Kemenkum berkomitmen mendampingi Dekranasda dalam pengembangan merek kolektif, Kekayaan Intelektual Komunal, serta potensi Indikasi Geografis yang dapat memperkuat posisi produk daerah di pasar.
Para perajin yang hadir menyambut baik dukungan lintas sektor tersebut. Mereka menilai bahwa literasi hukum dan akses pasar menjadi kunci untuk membuka potensi kriya Sultra yang selama ini belum tergarap maksimal. Pelatihan pewarnaan alami dan kurasi desain dinilai dapat menjaga kualitas serta menyesuaikan produk dengan tren pasar global.
Rakerda ditutup dengan semangat kolaboratif bahwa sinergi antara pemerintah, pelaku kriya, dan lembaga hukum akan menjadi pondasi lahirnya desa-desa kriya mandiri di Sulawesi Tenggara. Kriya bukan hanya sarana ekonomi, tetapi juga simbol budaya dan jati diri daerah yang perlu dijaga keberlanjutannya. Dengan inovasi, perlindungan Kekayaan Intelektual, dan akses pembiayaan yang tepat, kriya Sultra siap melangkah dari tangan terampil ke pasar global.


















