
Konawe Selatan – Dalam rangka mendukung perlindungan dan pemanfaatan Kekayaan Intelektual (KI) di daerah, Kantor Wilayah Kementerian Hukum Sulawesi Tenggara melalui Bidang Pelayanan Kekayaan Intelektual melakukan kegiatan koordinasi dan pendampingan pengajuan KI di Kabupaten Konawe Selatan pada tanggal 19–20 Maret 2025.
Kegiatan ini menyasar berbagai instansi teknis dan pelaku usaha untuk mendorong percepatan pendaftaran Hak Kekayaan Intelektual, seperti indikasi geografis, merek, hak cipta, dan potensi desain industri.
Dalam koordinasi dengan Badan Riset dan Inovasi Daerah Konawe Selatan, dibahas progres pendaftaran Indikasi Geografis untuk Kopi Tolaki Belangwira, yang merupakan gabungan dari lima kecamatan, yakni Benua, Landono, Angata, Mowila dan Moramo. Saat ini, proses deskripsi Indikasi Geografis tersebut masih belum selesai karena menunggu data petani dari salah satu kecamatan.
Brida juga mengidentifikasi potensi Indikasi Geografis lain seperti lada putih Konsel yang dikenal beraroma kuat dan telah mendapatkan pengakuan dari Kementerian Pertanian, serta terasi Tinanggea yang telah lama menjadi produk unggulan dan dikirim hingga ke Nusa Tenggara Barat.
Untuk lada Konsel, tahun ini direncanakan akan diajukan sebagai Indikasi Geografis. Brida akan berkolaborasi dengan seorang dosen yang disertasinya telah mengulas tentang lada Konsel, lengkap dengan uji laboratorium dan deskripsi yang hanya perlu disesuaikan dengan format deskripsi Indikasi Geografis.
Selain itu, beberapa aplikasi hasil inovasi internal juga akan didorong untuk dicatatkan hak ciptanya sebagai bagian dari pelindungan kekayaan intelektual digital.
Koordinasi juga dilakukan dengan Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Kabupaten Konawe Selatan. Pada tahun 2024, dinas ini telah melaksanakan sosialisasi dan fasilitasi pendaftaran merek bagi pelaku UMKM binaan di Plaza Kubra. Namun, pada tahun ini belum ada kegiatan serupa yang direncanakan.
Tim dari Kanwil memberikan beberapa saran strategis, seperti membuat skala prioritas produk unggulan berdasarkan jangkauan pemasarannya, baik lokal, regional, hingga nasional. Selain itu, penting dilakukan inventarisasi terhadap produk dan jasa UMKM yang memiliki potensi untuk didaftarkan mereknya.
Kegiatan koordinasi dilanjutkan ke Dinas Perdagangan dan Perindustrian Kabupaten Konawe Selatan, yang memiliki sekitar 2.000 Industri Kecil Menengah binaan dengan beragam produk, seperti pangan, mobiler, dan kerajinan rotan/bambu.
Pada tahun 2024, telah dilaksanakan pelatihan anyaman bambu dan rotan. Tahun ini, direncanakan pelatihan anyaman tikar Tolaki serta produk pangan seperti tahu dan tempe. Tim KI dari Kanwil menyarankan agar dalam pelatihan-pelatihan tersebut disisipkan materi Hak Kekayaan Intelektual.
Tim juga melihat langsung produk kerajinan yang dihasilkan, seperti kipas, vas bunga, keranjang, hingga kursi rotan. Produk-produk tersebut dinilai memiliki potensi untuk didaftarkan sebagai desain industri jika memiliki ciri khas baru yang belum ada sebelumnya. Selain itu, penambahan merek pada produk kerajinan tersebut akan membuat produk lebih menarik dan memiliki nilai jual yang tinggi, terutama jika dipasarkan melalui toko oleh-oleh.
Tim juga mengunjungi pelaku usaha pemilik merek Anoa Kopi, yang memproduksi kopi, lada, dan madu. Lada sudah diajukan pendaftaran mereknya, namun ditolak, sedangkan produk madu belum didaftarkan. Dalam kunjungan ini, tim memberikan penjelasan dan arahan terkait prosedur pendaftaran ulang serta kemungkinan perbaikan atas penolakan sebelumnya.
Kunjungan ini juga menjadi sarana untuk mendiskusikan kembali proses pendaftaran Indikasi Geografis Kopi Tolaki Belangwira yang belum rampung, utamanya karena kekurangan data petani dari salah satu kecamatan. Tim mendorong agar kolaborasi lintas OPD dipercepat agar data dapat segera dilengkapi dan pendaftaran IG bisa dilakukan tahun ini.
Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum Sulawesi Tenggara, Topan Sopuan, menegaskan bahwa pendampingan Kekayaan Intelektual (KI) ini merupakan langkah strategis untuk mendorong daya saing daerah melalui perlindungan hukum terhadap produk unggulan.
"Kami berkomitmen untuk terus mendukung penguatan potensi ekonomi daerah melalui perlindungan kekayaan intelektual. Pendampingan yang kami lakukan ini bertujuan agar produk-produk lokal memiliki legalitas yang jelas, sehingga dapat meningkatkan nilai tambah serta daya saing di pasar yang lebih luas," ujar Topan Sopuan.





